Cerita Petugas: Muzdalifah, Medan Juang Jurnalis MCH Daker Bandara

redaksi
0
Anggota Media Center Haji (MCH) 2024, Adi Ginanjar. Foto ist.

Menjadi petugas haji adalah impian banyak muslim. Bagi yang berkesempatan menjalaninya, pengalaman ini kerap meninggalkan jejak spiritual yang mendalam. Berikut sepenggal kisah salah satu petugas haji yang tergabung dalam Media Center Haji (MCH) 2024, Adi Ginanjar.

BeritaHaji.id - Langit Muzdalifah bagaikan lautan manusia di malam itu. Ribuan jemaah haji dari seluruh penjuru dunia memadati tanah lapang suci ini untuk mabit.

Sebagai anggota Media Center Haji (MCH), saya merasakan perpaduan rasa haru, bahagia, dan lelah yang mendalam.Tepat pukul 19.30 waktu Arab Saudi, 9 Dzulhijjah, atau 15 Juni 2024, gelombang pertama jemaah mulai berdatangan.

Saya bersama dua rekan MCH yakni Noviani dari Humas Kemenag Babel dan Joko Saputra dari RRI Medan yang berada di Maktab 14,bergegas menyambut mereka dengan penuh semangat.

Meskipun tempat yang tersedia terbatas, hanya beralaskan karpet dan beratapkan langit, kami berusaha sekuat tenaga untuk merapikan jemaah dan memastikan kenyamanan mereka.Malam itu, Muzdalifah bagaikan sauna raksasa.

Suhu udara mencapai 34 derajat Celcius, tak jauh berbeda dengan terik matahari Jakarta di siang hari. Rasa haus dan lapar melanda jemaah yang kelelahan setelah seharian berwukuf di Arafah. Namun, tekad kuat mereka untuk menyelesaikan ibadah haji membakar semangat mereka.

Di tengah hiruk pikuk jemaah, petugas terus melayani mereka dengan penuh keikhlasan. Kami membantu mereka yang kepanasan dengan membagikan air minum, serta membantu jamaah lansia dan sakit untuk mendapatkan tempat duduk yang nyaman.

Tepat di tengah malam, tepatnya pukul 24.00, maktab 14 yang kami jaga telah penuh sesak. Sekitar 5.000 jamaah memadati area maktab, tak henti-hentinya melantunkan zikir dan doa. Suasana khusyuk dan penuh kedamaian menyelimuti Muzdalifah.

Tugas tak berhenti sampai di situ, pada pukul 24.00 juga kami memulai proses mendorong jemaah ke Mina dengan bus taradudi. Prioritas pertama adalah jamaah yang datang terlebih dahulu. Namun, di tengah kelelahan dan rasa lapar, beberapa jamaah berusaha untuk mendahului antrian.

Sebagai petugas, harus sigap dan sabar dalam mengendalikan situasi. Dengan penuh ketenangan, kami berusaha menjelaskan kepada jemaah bahwa semua akan mendapatkan gilirannya.

Tantangan demi tantangan terus menghampiri. Waktu terus berjalan, dan kami harus menyelesaikan proses evakuasi jemaah ke Mina sebelum pukul 10.00 pagi 10 Dzulhijjah atau 16 Juni 2024.

Dengan koordinasi yang solid dan kerja keras tim, akhirnya berhasil menyelesaikan tugas ini tepat waktu. Alhamdulilah, jamaah bisa didorong seluruhnya pada pukul 07.20.

Pengalaman bertugas di Muzdalifah menjadi kenangan tak terlupakan bagi saya. Campuran rasa haru, bahagia, dan lelah berpadu menjadi satu, menjadi bukti nyata pengabdian sebagai anggota MCH. Pengalaman ini mengajarkan arti kesabaran, keikhlasan, dan semangat pantang menyerah dalam melayani sesama, terutama di momen suci ibadah haji.

Tugas Meliput di Muzdalifah


Di samping melayani jemaah haji, MCH pun bertugas melakukan peliputan informasi haji selama di Muzdalifah. Di tengah hiruk pikuk jemaah yang berdesakan dan kelelahan, saya tak hanya melayani mereka sebagai anggota MCH, tetapi juga menjalankan tugas saya sebagai jurnalis. Di sela-sela membantu jamaah, saya menyempatkan diri untuk mengabadikan momen-momen bersejarah ini.

Saya mengabadikan wajah-wajah penuh haru saat mereka berdoa dan berzikir, tangan-tangan yang terangkat memohon ampunan, dan air mata bahagia yang mengalir di pipi mereka.

Menjadi jurnalis di Muzdalifah bukan tanpa tantangan. Di tengah kondisi yang serba kekurangan dan keterbatasan waktu, saya harus pandai mengatur waktu dan fokus. Kondisi gerah yang menyengat dan kelelahan fisik tak jarang menjadi rintangan. Namun, tekad kuat untuk mengabarkan kisah inspiratif para jemaah mendorong saya untuk terus melangkah.

Saya berkesempatan untuk mewawancarai beberapa jamaah dari beberapa kloter. Cerita mereka tentang perjuangan, pengorbanan, dan rasa syukur dalam menunaikan ibadah haji begitu menyentuh hati.

Bertugas sebagai jurnalis dan pelayan jamaah haji di Muzdalifah merupakan pengalaman yang tak terlupakan. Saya belajar bahwa jurnalisme bukan hanya tentang menyampaikan informasi, tetapi juga tentang menginspirasi, menguatkan, dan menyentuh hati.

*Tulisan yang sama juga telah tayang pada ayobandung.com dan Buku Mengukir Senyum di Haramain terbitan Biro HDI Kemenag.
Tags

Posting Komentar

0 Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Ok, Go it!
To Top